[FF] Kimi no Tame ni. Chapter 4

SooIn seperti biasa mengunjungi kafe One sebelum pulang ke rumah dan duduk untuk menunggu Junho di tempat yang sama setiap hari. Setelah Taemin mengambil pesanannya, ia menunggu Junho untuk datang. Pikirannya benar-benar kacau, ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Matanya terus menatap keluar jendela sambil mengingat apa yang terjadi semalam di rumahnya.
-flashback-
“Apa yang kamu inginkan?” tanya SooIn pada pria bernama Shim Changmin itu.
“Kerjasama. Aku tidak akan membunuhmu, pacarmu, maupun ibumu jika kamu membantuku”
“Membantu? Apa?”
“Beritahu aku semua informasi tentang Rising. Apa yang akan mereka lakukan, siapa target mereka dan lainnya. Aku akan menggagalkan mereka, dengan begitu pamor mereka akan turun dan itu akan membuat orang-orang tak mempercayai mereka lagi. Disaat itu, Park Yoochun… akan kuhabisi dengan tanganku sendiri” Changmin memberikan sebuah benda kecil ke SooIn
“Apa ini?”
“Microphone, pakai ini tiap saat kamu bertemu dengan Junho. Jika kamu tak memakainya atau berusaha merusaknya, ibumu akan menanggung akibatnya”

“SooIn-ah! yah, SooIn-ah” suara Junho menyentakkan SooIn dari lamunannya. “Ah iya, kenapa tadi?” tanya SooIn dengan senyuman kecil. “Apa ada yang kamu pikirkan? Cerita saja” saran Junho sambil duduk disamping SooIn. SooIn menggigit bibir bawahnya, suatu kebiasaan yang keluar hanya pada saat dia merasa bingung. “Memikirkan apa?” tanya Junho lagi sambil memegang tangan SooIn yang berkeringat dingin. “Jika kamu tidak ingin Junho dan ibumu mati, turuti kata-kataku” suara Shim Changmin kembali bergema di kepala SooIn. “Hm, kamu nanti malam ada rencana pergi dengan Jaejoong oppa lagi tidak?” tanya SooIn. Junho mengangguk “Kenapa?”. SooIn dengan cepat menggelengkan kepalanya “Ani… tak apa-apa, hm… kemana kira-kira? Lama tidak?” tanya SooIn lagi. Junho mengernyitkan alisnya, tidak biasanya SooIn tertarik dengan pekerjaannya di malam hari “Ke Itaewon, sepertinya cuma sebentar”. “Hm… Junho-ya, aku boleh tidak ke kamarmu?” tanya SooIn, Junho langsung tersedak mendengar pertanyaan mendadak itu. “Ke kamarku? Mau apa?”. “Aku kan.. pacarmu, sudah 3 bulan kita jadian tapi tak sekalipun aku pernah melihat kamarmu, padahal kamu sudah pernah melihat kamarku” dalih SooIn.

Junho terdiam sambil memandangi SooIn “Sekarang?” tanya Junho lagi, anggukan SooIn menjawab pertanyaannya. “Chamkam, aku beres-beres dulu” setelah mengatakannya, Junho beranjak pergi meminta izin ke Jaejoong dan setengah berlari ke lantai dua dari kafe itu, kamar dari para pelayan di kafe. Lima belas menit berlalu, Junho turun dari tangga, meraih tangan SooIn dan menariknya menuju ke lantai dua dari kafe tersebut. Junho menuntun SooIn ke kamarnya yang berada di sebelah kiri nomor dua dari tangga. SooIn mengikutinya dari belakang sambil melihat sekeliling, mencari tanda kamar Jaejoong karena Junho pernah bilang kalau Jaejoong adalah pemimpin dari mereka, tapi tak menemukannya.

Kamar Junho terlihat seperti kamar laki-laki pada umumnya, tidak terlalu rapi, tapi tidak terlalu berantakan, beberapa poster artis terpajang di dindingnya, 1 set computer, dan 1 ranjang ukuran single. SooIn duduk di bangku computer sedangkan Junho duduk di ranjang. “Bagaimana?” tanya Junho pada SooIn, SooIn tersenyum kecil. “SooIn-ah, kamu sedang tidak enak badan ya? Biasanya kamu cerewet” ujar Junho sambil mengulurkan tangannya untuk mengecek panas tubuh SooIn dari dahinya. SooIn memegang tangan Junho dan terdiam, raut wajahnya terlihat begitu tertekan. Junho berdiri dan memeluk SooIn “Katakan saja padaku jika kamu sudah siap”. Setelah berbincang beberapa saat mengenai hal-hal yang tak berhubungan dengan Changmin maupun pekerjaan asli Junho. Tepat pukul 5, Taemin mengetuk pintu kamar Junho dan mengajak Junho ke bawah untuk beres-beres kafe. Tadinya Junho ingin mengajak SooIn turun, tapi SooIn bilang kalau kepalanya agak pusing sehingga Junho membiarkannya tetap di kamar.

Segera setelah Junho dan Taemin tak terlihat, SooIn bangun dan keluar dari kamar, mengecek apakah dia sendirian di lantai dua. Karena sepi, dia langsung mencoba membuka kamar-kamar yang berada disana. Setelah percobaan kedua, bingo! Ia menemukan kamar Jaejoong, karena ia menemukan ipod abu-abu dengan gantungan boneka gajah milik Jaejoong diatas meja. Dengan mengendap-endap ia membuka laci-laci yang ada di kamar Jaejoong, mencari file-file yang dimaksud oleh si Changmin itu, dan setelah menemukannya ia pun menaruhnya di balik bajunya dan segera pergi dari kamar Jaejoong.

Tapi saat ia menutup pintu kamar Jaejoong, Junsu berada di depan kamarnya “SooIn-sshi?” tanya Junsu. “A-ah, ne, Junsu-oppa” jawab SooIn terbata-bata. “Apa yang kamu lakukan di kamar Jaejoong hyung?” tanya Junsu curiga. “Ani, aku salah masuk, kukira ini kamar Junho… tadi aku habis dari kamar mandi” jawab SooIn, matanya tak berani menatap Junsu. Walaupun Junsu curiga dengan gelagat aneh SooIn tetapi Junsu membiarkannya lolos, ia tidak mau karena ia memojokkan SooIn atas tuduhan yang belum pasti hubungannya dengan Junho merenggang. Sejak hari itu, secara rutin SooIn meminta Junho untuk ke kamarnya, dan SooIn akan mencuri file-file di kamar Jaejoong seperti sebelum-sebelumnya. Nichkhun, Jaejoong, Junsu dan Taemin pernah memergokinya tapi karena tidak enak pada Junho, mereka selalu melepaskan SooIn.
~~||~~||~~
Semakin hari semua terasa semakin aneh, mereka kesulitan untuk membunuh target mereka, bahkan sekarang Jaejoong seringkali harus turun tangan untuk menangkapnya. Dan hari ini adalah hari puncaknya, malam itu saat semua orang baru saja kembali dari bekerja seseorang mengetuk pintu kafe. “Akan kubuka” jawab Jaejoong lalu berlari kecil kearah pintu. “Apa anda Kim Jaejoong?” tanya pria itu yang ternyata adalah polisi. “Ya, ada apa?” jawab Jaejoong heran. “Anda ditangkap atas tuduhan pembunuhan, penganiayaan, percobaan pembunuhan dan tindakan criminal lainnya. Anda harus ikut kami ke kantor polisi” jawab pria itu. Mata Jaejoong terbelalak kaget “Pembunuhan? Apa buktinya? Aku sedari tadi di kafe”. Tetapi polisi itu menarik pergelangan tangan Jaejoong, Jaejoong pun berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman polisi-polisi itu. Saat dia berhasil melepaskan diri, ia meninju kedua polisi itu di perut dan langsung mengunci pintu kafe lalu berlari secepat kilat ke dalam. “Junsu, Junho, Taemin, Khun aku harus pergi, polisi mau menangkapku!” ucap Jaejoong dalam panik. Benar Jaejoong adalah pembunuh berdarah dingin, tetapi dia tidak ingin berurusan dengan polisi dan hukum sama sekali. Keempat pria selain Jaejoong tersentak kaget mendengar perkataan hyung mereka. Jaejoong langsung meraih jaketnya dan kabur lewat pintu belakang kafe menuju mobil audinya dan tancap gas. Dia tahu satu tempat teraman, rumah Yoochun.
~~||~~||~~
Jaejoong menelepon Yoochun sambil mengemudikan audinya. “Yeoboseyo?” jawab Yoochun. “Yoochun-ah! Polisi mau menangkapku!” seru Jaejoong ditengah kepanikannya. “MWO?! Bukankah selama ini kalian selalu membersihkan tkp? Ini pasti ada yang salah. Hyung dimana sekarang?” tanya Yoochun sambil menggaruk-garuk kepalanya. “Menuju rumahmu, Yoochun-ah aku curiga seseorang menjebakku. Ada penyusup di Rising” jelas Jaejoong sambil memutar kemudi ke kanan. “Penyusup? Siapa?”tanya Yoochun. “Nanti kujelaskan, sebentar lagi aku sampai” ucap Jaejoong sambil membunyikan klakson mobilnya. Penjaga pintu rumah Yoochun pun membuka gerbang dan membiarkan Jaejoong masuk. Jaejoong keluar mobil dengan tergesa-gesa, Yoochun sudah berdiri menunggunya di pintu depan rumahnya. Mereka pun masuk ke ruang keluarga di dalam. “Penyusup? Siapa?” tanya Yoochun dengan wajah serius. “Kekasih Junho, SooIn. Kurasa dia diperintah oleh seseorang untuk melakukannya” jawab Jaejoong. “Diperintah? … Shim Changmin?” tebak Yoochun, Jaejoong mengangguk yakin. Memang selama ini orang yang paling membencinya adalah Shim Changmin, dan yang paling mungkin melakukan cara apapun untuk menjatuhkan Yoochun adalah dia. Yoochun mengepalkan tangannya menahan amarah. “Sembunyikan dirimu disini. Jangan kemana-mana. Aku akan membersihkan namamu” ucap Yoochun lalu beranjak meninggalkan Jaejoong. “Mau kemana?” tanya Jaejoong. “Memberi tahu Junho kalau pacarnya dan keluarganya dalam keadaan bahaya” jawab Yoochun sambil menutup pintu dan berlari ke Ferrari nya. 
Tidak sampai 20 menit, Yoochun tiba di kafe One. Disana ada banyak polisi menyisir rumah mereka. Untungnya mereka sudah menyingkirkan semua bukti-bukti yang membahayakan mereka berikut senjata-senjata mereka di tempat yang tak terduga oleh polisi. Khun, Taemin, Junsu dan Junho berada di luar dari kafe saat Yoochun tiba. “Hyung!” panggil Taemin. Yoochun membalasnya dengan sebuah senyum singkat “Aku tahu pelakunya, ini pasti Shim Changmin” ujar Yoochun. “SHIM CHANGMIN?” ujar keempat pria itu serempak. Yoochun pun menjelaskan bagaimana Changmin begitu membencinya padahal dia tidak tahu mengapa, dan bahwa sekarang Hyung mereka berada dirumahnya, tersembunyi dengan aman. Di tengah penjelasan Yoochun, Junho meminta izin untuk mengangkat teleponnya dan meninggalkan kelompok itu sejenak lalu kembali dengan wajah pucat. “Junho, kenapa?” tanya Nichkhun sambil mengguncangkan tubuh Junho yang shock. “SooIn, Changmin mendapatkannya” ucap Junho lemas. “Aku gagal melindunginya” rasa bersalah menguasai hati Junho dan membuat matanya terasa panas. Junsu menepuk pundaknya “Tidak, kamu belum gagal. Sekarang kamu harus menyelamatkannya”. “Apa yang dia bilang?” tanya Yoochun pada Junho. “Yoochun hyung harus sendirian ke gudang lama di dekat rumah Changmin yang dulu, tanpa polisi, tanpa bala bantuan”. Yoochun menganggukkan kepalanya “Baiklah, Junsu, Taemin kalian hubungi pengacara Lim untuk menangani masalah Jaejoong hyung, Khun, Junho kamu harus menyusup ke kantor pusat polisi untuk membakar semua arsip yang mereka miliki tentang pembunuhan yang dilakukan Jaejoong”. “Tidak, aku harus ikut Yoochun hyung” paksa Junho. Setelah terdiam sesaat, Yoochun pun menyetujuinya. Mereka pun menyebar untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.
~~||~~||~~
Junho dan Yoochun naik ke mobil dan memacunya ke gudang lama yang disebutkan oleh Changmin. Saat mereka turun, orang-orang Changmin sudah menduganya dan menyuruh Yoochun masuk tapi tidak dengan Junho, mereka juga melucuti senjata yang Yoochun bawa. Tadinya Junho ingin melawan, tapi Yoochun melarangnya karena ada kemungkinan SooIn akan mereka lukai. “Jika aku tidak kembali dalam setengah jam, panggil bala bantuan” bisik Yoochun, Junho mengangguk dan membiarkan boss dan atau hyungnya itu masuk kedalam gudang sendirian.

Pintu besar dari gudang tua itu terbuka, di depan Yoochun terlihat sebuah jalan dan sebuah TV yang menyala dengan tiba-tiba. “Hey, Yoochun!” suara dari TV itu mengejutkan Yoochun. “Shim Changmin” ucap Yoochun pada kamera yang terletak diatas TV tersebut. “Kau datang” ucap Changmin dengan senyum liciknya, Yoochun menjawab dengan senyum yang tak kalah sinis. “Masuk saja, selamat berolahraga” ucap Changmin sebelum TV itu mati. Yoochun mengalihkan pandangannya kearah beberapa orang bertubuh besar yang keluar dari persembunyiannya. “Yeah, exercise” ujar Yoochun sebelum menangkis pukulan yang dilayangkan oleh orang-orang bawahan Changmin dan menyerangnya balik. Semakin banyak yang ia tumbangkan, semakin dekat ia dengan Shim Changmin.
~~||~~||~~
Sudah hampir setengah jam tapi Yoochun belum juga keluar dari gudang dan Junho mulai cemas. Setelah mengirim SMS ke Nickhun, Junho memaksa masuk ke dalam gudang. Perkelahian antara Junho dan orang-orang Changmin pun dimulai. Sekejap Junho mengalahkan para penjaga pintu dan masuk ke dalam gudang. Berbeda dengan Yoochun, tidak ada yang menghalanginya, Junho pun melangkahkan kakinya jauh ke dalam gudang itu sampai akhirnya ia berhenti di depan sebuah pintu. Saat ia membuka pintu, SooIn berada disana, duduk terikat di kursi dengan mulut disumpal dan sebuah senjata ditodongkan kearah kepalanya.

“SooIn-ah!!” seru Junho. Sahutan SooIn hanya terdengar seperti gumaman tidak jelas. Dari pintu samping, seseorang dengan wajah tampan dan tubuh tinggi tegap keluar. “Lee junho, the romeo” nadanya terdengar menyindir. “Shim Changmin?” tebak Junho. “Yup, that’s me” jawab Changmin dengan senyum khasnya. “Lepaskan dia” perintah Junho dengan tegas. Changmin tertawa terbahak-bahak “Bocah, tadi kamu menyuruhku?”. Jika SooIn tidak berada ditangannya mungkin Changmin ini pasti sudah diberi pelajaran oleh Junho. Junho menahan amarahnya “Bereskan dia” perintah Changmin pada anak-anak buahnya. Junho mengambil ancang-ancang untuk melawan tapi Changmin melepas pengaman senjata ditangannya dan mendorongnya mendekat ke kepala SooIn “Melawan? Katakan salam terakhirmu pada Juliet”. Junho mengumpat di dalam hati, tubuhnya pun mulai dihujani oleh pukulan dan tendangan. SooIn yang melihatnya berusaha melepaskan diri dari kursi dan membuka ikatan tangannya. Changmin tertawa memperhatikan sikap kedua orang bodoh di depan matanya.
~~||~~||~~
Yoochun dengan nafas terengah-engah dan tubuh yang lebam disana-sini berhasil mengalahkan 33 anak buah Shim Changmin dengan tangan kosong. Pintu di depannya adalah pintu terakhir, ia berusaha mengatur nafasnya dan mendorong pintu itu terbuka. Di ujung dari ruangan besar itu terlihat seorang wanita yang terikat di kursi yang ia asumsikan adalah SooIn, kekasih Junho. Sedangkan pria yang berdiri disampingnya, tidak lain dan tidak bukan adalah Changmin. “Park Yoochun…. akhirnya kamu sampai” Changmin mengecek jam tangannya “50 menit… hmm, lebih cepat dari yang kukira”. Jujur, Yoochun sudah muak melihat senyuman Changmin sekarang, rasanya ia ingin mengambil lakban yang panjang dan menutup mulutnya selamanya agar senyuman itu tak pernah terlihat lagi. “Aku disini, sekarang lepaskan dia” ujar Yoochun. “Tentu, tapi ada seseorang yang harus kamu temui sekarang” ucap Changmin sambil mengisyaratkan anak buahnya untuk membawa Junho keluar. Junho yang kepalanya bocor, dan tubuh penuh lebam dan bibir yang pecah diseret oleh orang-orang Changmin dan dilemparkan ke tanah hingga tersungkur di depan Changmin. “WTF? Junho kenapa kamu masuk??!” bentak Yoochun. Salah satu anak buah Changmin menarik lengan Junho dengan kasar dan memaksanya untuk bangun, Junho meringis kesakitan. “Kenapa kamu melakukan ini Shim Changmin? Kenapa kamu sangat membenciku?” tanya Yoochun, hatinya miris melihat keadaan anak buah yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.

Changmin tersenyum sinis “Park Yoochun, the only son of Park DongGun. The great Park DongGun, apa kamu ingat?”. Yoochun memicingkan matanya, apa hubungannya dengan ayahnya? “Kenapa dengan ayahku?”. “Dia mengganggu kehidupan rumah tangga orangtuaku. Dengan seenaknya dia datang dan menggoda ibuku, dan mereka pun berhubungan di belakang ayahku” cerita Changmin, walau emosinya terlihat datar, tapi matanya memancarkan kebencian yang mendalam. “Suatu malam, ayahku, Shim JaeMin tanpa sengaja menemukan mereka sedang berhubungan, tapi dia tak melakukan apapun. Kamu tahu kenapa? Karena dia bilang ia terlalu mencintai ibuku, sangat mencintai ibuku sampai-sampai dia rela ibuku tidur dengan orang lain” Changmin mendengus, kata cinta keluar dari mulutnya terasa begitu menjijikan.

“Kamu tahu, siapa yang menjadi pelampiasan ayahku tiap kali dia pulang ke rumah dalam keadaan mabuk? Aku” sambung Changmin. “Dia memukuliku dengan apapun yang dia inginkan, dari ikat pinggang, bat, sampai kursi. Dan apa yang ibuku lakukan? NOTHING” ucap Changmin geram. “She’s just f***ing standing there and watching me got tortured. Walaupun aku meminta pertolongan darinya tapi apa yang dia katakan? Sejak awal ia tak mencintai ayahku, ia tak menginginkanku, yang ia inginkan hanyalah anak dari Park DongGun. Bukan aku” seru Changmin sambil menggebrak sebuah meja di dekatnya. Vas diatasnya goyah dan hancur berkeping-keping. “Malam itu ayahku meledak dan menampar ibuku. Ibuku yang tidak terima memukul kepala ayahku dengan vas bunga terdekat, saat ayahku tergeletak tak berdaya di lantai, ibuku meraih pistol yang diberikan DongGun padanya dan menembak ayahku mati. Tepat di depan mataku”

Yoochun terdiam, selama ini ia hanya tahu garis besar dari kehidupan Shim Changmin, dan detail gelap yang terungkap membuatnya terkejut. “Lalu apa hubungannya denganku?” tanya Yoochun. “Sebentar lagi kita sampai. Setelah membunuh ayahku, ibuku menelepon Park DongGun dan ia pun tiba dirumah. Ibuku memintanya untuk membantunya membereskan kekacauan yang telah ia buat, dan meminta DongGun menampung dirinya dan aku. Tebak apa yang ayahmu lakukan” ujar Changmin. Yoochun menggelengkan kepalanya.

“Dia menembak ibuku mati, karena dia anggap ibuku menyusahkan, dan sebentar lagi ia akan mempunyai anak dari orang yang benar-benar dia cintai. Anaknya satu-satunya, dan itu kau, Park Yoochun” ucap Changmin sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya. “Tahu apa yang dia katakan setelah melihatku? ‘Hiduplah dengan kebencian, dengan begitu kamu akan menjadi kuat’ dan tidak mungkin aku tidak menuruti nasehat dari seorang DongGun the great, ya kan?”

“Intinya kamu mau membalas dendam padaku?” simpul Yoochun. “Yap,” jawab Changmin singkat. “Lepaskan mereka berdua, ini urusan diantara kita” Yoochun berusaha bernegosiasi. “Akan kulepaskan, tapi hanya salah satu diantara mereka” jawab Changmin. “Apa maksudmu?!” seru Yoochun. Changmin mengisyaratkan anak buahnya untuk memberikan sepucuk senjata ke tangan Yoochun. “Didalam pistol itu ada satu buah peluru. Bunuh salah satu diantara mereka. Jika kamu menembak orang selain mereka, maka Juliet ini akan kubunuh, begitu juga dengan sang Romeo” ancam Changmin.
 

0 komentar:

Post a Comment