[FF] Kimi no Tame ni. Chapter 2

SooIn’s POV
Teman-temanku berhasil menyeretku kesini, sebuah club malam yang mereka sebut sebagai tempat terenak untuk bersenang-senang. Tetapi bagaimana bisa aku bersenang-senang? Seharusnya sekarang aku sedang membuntuti Junho, tapi malahan berada disini. “SooIn-ah, coba kemari. Ada yang ganteng!” ucap temanku sambil menyeretku dengan paksa. Kkhh… aku sudah menyukai Junho, seganteng apapun pria itu aku…eh? Itu kan… JUNHO!! Ya Tuhan kita memang ditakdirkan bersama! Eh, ada Jaejoong-sshi juga, oh Junsu-sshi dan Taemin-sshi juga. Oh ada yang datang, sepertinya itu Nichkhun-sshi. Ia menarik seseorang yang tidak kukenal. Kulihat enam orang itu pergi menuju pintu keluar. Aku harus mengikuti mereka! Aku pamit sebentar pada teman-temanku dan mengendap-endap mengikuti mereka keluar dari club menuju ke gang yang agak gelap tak jauh dari sana. Saat mereka berhenti aku memutuskan untuk bersembunyi dibalik tembok dengan jarak yang cukup jauh sehingga mereka tidak akan melihatku.

Author POV
Nichkhun mendorong pria itu ke tanah dengan kasar hingga pria itu jatuh tersungkur ke aspal. Junsu dan Jaejoong menonton dari belakang, membiarkan tiga anggota termuda mereka melakukan investigasi pada target mereka. “Siapa yang menyuruhmu?!” tanya Taemin sambil menarik kerah baju orang itu, tetapi orang itu tetap terdiam. “Mungkin dia lebih suka dengan cara keras” ujar Junho. Sebuah tinju yang keras mendarat ke wajah orang itu dan membuat pipinya lebam seketika. “JAWAB!” bentak Nichkhun. Pria itu malah meludah dan mengelap darah yang mengalir dari bibirnya yang pecah, mengacuhkan mereka. Junho, Nichkhun dan Taemin bergantian memaksanya bicara dengan memukul dan menendangnya, tapi pria itu tetap diam. “Begitu ingin mati ya?” ujar Junsu sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dadanya. “Sebaiknya kau jawab sebelum…” Jaejoong mengeluarkan pisau kecil dari saku jaketnya “Kau kujadikan sashimi”.

Jaejoong menatap mata orang itu dengan tajam, mata Jaejoong kini telah mengeluarkan aura yang sangat berbeda dari biasanya. Matanya kini terasa dingin, sedingin laut utara di musim dingin. “Bunuh saja aku” satu kalimat terlontar dari pria target mereka. “Dengan senang hati” setelah sebuah senyum licik Jaejoong melempar pisau yang dia pegang dan pisau itu menancap di dada kiri pria itu. Pria itu mengerang kesakitan sambil memegangi dadanya yang berdarah. “Satu orang lagi mati di tangan Hero…ckckck akan kupastikan kematianmu ini… menyakitkan” pria itu terkejut dan ketakutan mendengar kata-kata Jaejoong. Nama ‘Hero’ selama ini dikenal sebagai pembunuh yang paling sadis, dan sampai saat ini mereka tidak pernah tahu wajah dari sang Hero, yang mereka tahu, jika kamu berhadapan langsung dengan Hero, maka kematian yang paling menyakitkan yang tidak pernah kamu bayangkan akan kamu alami. “K-kamu… Hero?” tanya pria itu. “Iya, senang bertemu denganmu, korban ke-198 ku” jawab Jaejoong sambil menusukkan beberapa pisau ke tubuh pria itu tanpa berkedip sedikitpun. Jaejoong terus menanyakan untuk siapa dia bekerja diantara tiap tusukan yang ia buat di tubuh pria itu. Akhirnya setelah 5 tusukan, pria itu menyebutkan sebuah nama. “Tolong biarkan aku hidup” pinta pria itu, tubuhnya penuh dengan darah. “Tentu” jawab Junsu “Dikehidupan yang akan datang” sambungnya lalu mengeluarkan pistol dari jaketnya dan menembak pria itu tepat di kepala dengan gerakan secepat kilat.

Dibalik tembok di dekat tempat pembunuhan itu, SooIn membekap mulutnya erat-erat. Berusaha menahan dirinya sendiri untuk tidak berteriak. SooIn sangat terkesima dengan apa yang baru saja terjadi di depan kedua matanya sendiri. ‘Mereka… kelompok pembunuh?’ kata SooIn dalam hati. Ia pun segera berlari menuju mobilnya dan pulang ke rumah. Ia benar-benar tidak ingin mempercayai bahwa Junho yang ia sukai adalah pembunuh, tapi peristiwa yang baru saja ia lihat adalah bukti terkuat. SooIn mulai mempertanyakan apakah dirinya akan terus menyukai Junho, seorang pelayan-pembunuh atau tidak. “Hyung, sepertinya ada yang mengawasi kita dari tadi” ujar Taemin sambil menarik mayat pria itu dan memasukkannya ke dalam kantong mayat. “Ah, itu hanya perasaanmu saja” jawab Junho setelah menutup retsleting kantong mayat itu. “Kita buang dia lalu pulang” perintah Jaejoong kepada anak-anak buahnya. Mereka pun menaruh mayat itu di dalam bagasi mobil mereka, lalu melemparkannya ke laut.
~|~|~|~
Sudah 3 hari SooIn tidak keluar rumah, masuk kantor maupun ke kafe One. Ia terus menerus mengunci dirinya di kamar. Memikirkan bagaimana perasaannya terhadap Junho. SooIn tidak ingin berhubungan dengan dunia kejahatan dan sejenisnya, terlebih lagi memiliki kekasih yang berprofesi sebagai pembunuh. Tetapi dia menyukai Junho, lagipula mungkin tidak semua pembunuh itu jahat. Mungkin mereka punya alasan tersendiri mengapa mereka melakukannya. Junho yang dia kenal adalah orang yang baik, lucu dan ramah. Tidak mungkin, tidak mungkin ia tega membunuh orang. “Dan karena itu juga Junho terus menolakku! Mungkin dia tidak ingin orang lain terluka karena dia…jadi dia… berusaha melindungiku…”. SooIn terdiam, sebagian besar dari dirinya membenarkan analisanya, sementara sebagian yang lain tetap berpikiran bahwa ia harus menyerah dan berhenti mengejar Junho. “Aaahh!!!” SooIn membekap mulutnya dengan bantal dan berteriak sekuat tenaga. “Apa yang harus kulakukan?” SooIn menatap langit biru dari jendela kamarnya. Berharap suatu saat akan menemukan jawaban untuk masalahnya dari sana. 
Junho’s POV
“Strawberry cake satu, cheese cake satu, strawberry milk shake dua” ujar Junho pada Taemin yang berdiri di balik meja pemesanan. Taemin mencatat pesanan Junho lalu memberikannya pada Jaejoong di dapur. Sambil menunggu pesananku jadi, aku duduk sebentar di bangku bulat yang disediakan di dekat meja. Tanpa sadar aku memandang tempat dimana wanita itu setiap hari duduk sambil sesekali melambaikan tangannya padaku. Kemana dia sekarang? Apa dia akhirnya menyerah?. Seseorang menepuk pundakku, aku menoleh ke arahnya. “Nichkhun-hyung” ucapku. “Kamu merindukannya ya?” tanya Nichkhun hyung. Aku terkejut mendengarnya, “Rindu? Rindu siapa?”. Nichkhun-hyung tersenyum sambil menggerak-gerakkan alisnya meledekku “SooIn-sshi, sudah satu minggu dia tidak kemari. Kurasa kamu menyukainya~”. Aku mengalihkan pandanganku dari Nichkhun-hyung untuk kembali menatap kursi kosong itu.

Menyukainya? Apa itu alasan kenapa aku merasa ada sesuatu yang hilang jika dia tidak ada? “Sepertinya…begitu” ucapku pelan, terlalu pelan untuk Nichkhun-hyung dengar. Taemin datang membawa satu nampan berisi cake dan minuman “Junho-hyung ini pesanannya”. “Terimakasih Taemin-ah” ucapku sambil meraih nampan itu. “Oh iya, ada pesan dari umma untukmu, katanya ‘Aku percaya kamu bisa melindunginya’” Taemin mengikuti mimik wajah dan suara Jaejoong saat menyampaikan pesan itu padanya. “Melindungi?” tanya Nichkhun pada Taemin, tidak memahami maksud pesan Jaejoong. Taemin mengangkat pundaknya mengisyaratkan dirinya pun tidak tahu apa-apa. Di lain pihak, Junho paham kalau yang dimaksud Junho adalah SooIn, selama ini Jaejoong memperhatikan mereka dan tidak mungkin yang dimaksud Jaejoong adalah hal yang lain.
~|~|~|~
Author’s POV
Jam dinding telah menunjukkan pukul 5 sore. Kafe One mendekati waktu tutup, hanya ada 2 pelanggan yang masih berada di dalam kafe. “Aku buang sampah dulu” ujar Junho pada teman-temannya. Ia lalu pergi ke dapur, mengangkat plastik sampah besar berwarna hitam yang ada disana dan membawanya ke tempat sampah yang berada di depan kafe. Tepat saat dia menutup tempat sampah dan berbalik, ia menabrak seseorang. “Maaf, maaf” ujar wanita itu. “Aku yang harus minta maaf. Cheosunghamnida” ujar Junho pada wanita itu. Saat mereka berdua mengangkat wajah mereka, mereka langsung terdiam. Wanita itu adalah SooIn. “J-Junho-sshi” ujar SooIn, suaranya terdengar bergetar. “Lama tak bertemu, SooIn-sshi” jawab Junho. SooIn mengangguk dan tetap menunduk, menolak untuk melihat mata Junho. “Apa kabar?” tanya Junho berusaha membuka pembicaraan, tetapi SooIn tetap terdiam dan terlihat tidak tenang. “A-aku harus pulang. Sampai jumpa” ujar SooIn terburu-buru, ia pun melangkahkan kakinya, menjauh dari Junho secepat mungkin. Junho memandang punggung SooIn yang terlihat makin lama makin menjauh dari dirinya. “Apa kamu sudah menyerah? Apa… kamu membenciku sekarang?” gumam Junho lalu melangkah kembali ke kafe.
~|~|~|~
SooIn’s POV
Sejak tadi malam aku sudah memutuskan untuk melupakannya dan meneruskan kehidupanku, tapi hanya dengan berpapasan dengannya seperti tadi sudah menggoyahkan prinsipku. Kini hatiku berteriak memintaku untuk tidak melupakannya, membuang keputusan itu dan kembali mengejarnya, tetapi pikiranku terus meneriakkan hal yang bertolak belakang. Sebenarnya apa yang kuinginkan?. Aku menghentikan langkahku dan mencari sosok Junho, tetapi dia tidak ada. Hatiku terasa sakit, apa aku tidak berarti apapun baginya? Apa yang kulakukan selama ini sia-sia?. Aku terdiam sejenak, mencoba memikirkan apa yang harus kulakukan. Satu hal terus muncul di kepalaku; pergi ke kafe dan bicara dengan Junho. Aku memegang jantungku yang berdebar sangat keras, mencoba untuk menenangkannya. Setelah menarik nafas panjang, aku melangkahkan kakiku ke kafe. Aku harus bicara dengannya.

Author’s POV
“Oso ose… oh SooIn-sshi!” sapa Nichkhun. Wanita berambut sebahu itu membalas salam Nichkhun dengan senyuman. “Taemin-ah, panggilkan Junho” perintah Nichkhun. Taemin tersenyum dan berlari kecil ke arah meja yang berada di bagian dalam kafe, agak jauh dari meja depan. Tak berapa lama Junho datang dan terkejut untuk melihat SooIn disana. “Aku ingin bicara denganmu sebentar” ujar SooIn lalu menarik tangan Junho keluar dari kafe. Junho yang masih kaget membiarkan SooIn menyeretnya keluar. Beberapa saat sesampainya diluar, SooIn melepaskan tangannya dan terdiam. Junho memutuskan untuk mengambil tindakan lebih dahulu “Apa yang ingin kamu bicarakan?”. “Aku benci padamu!” ucapan SooIn membuat mata Junho terbelalak kaget. “Cara apapun telah kutempuh untuk melupakanmu tapi aku tetap tidak bisa berhenti… menyukaimu” sambung SooIn. Bibirnya bergetar di setiap kata, berusaha mengendalikan emosi yang hampir meledak di hatinya. “Aku tahu… tapi aku tidak boleh menerima perasaanmu SooIn-sshi” jawab Junho, jauh di dalam hatinya ia merasa lega karena SooIn tidak membencinya. SooIn kali ini mengangkat wajahnya untuk menatap mata Junho. Baru pertama kalinya ia mendengar jawaban seperti ini, ‘tidak boleh? berarti dia ingin tetapi ada yang melarangnya…’ asumsi SooIn. Di dalam hati SooIn muncul sedikit kegembiraan, karena itu artinya perbuatannya selama ini tidak sia-sia “Apa artinya, sebenarnya kamu menyukaiku?”.

Junho terdiam, perlahan-lahan ia meletakkan kedua telapak tangannya di kedua pipi SooIn “Iya, aku menyukaimu. Tetapi seseorang sepertiku tidak seharusnya menyukai siapapun”. Ekspresi wajahnya menunjukkan emosi yang bercampur aduk di dalam hatinya; sedih dan kecewa. “Kenapa? Kenapa kamu tidak boleh menyukai siapapun?” tanya SooIn. SooIn bertanya-tanya di dalam hatinya, apakah Junho akan mengatakan hal yang sejujurnya tentang dirinya atau dia akan menjawab dengan kebohongan. “Karena... karena aku hanya akan membahayakan orang-orang disekitarku” jawab Junho, sorot matanya memancarkan rasa sayang yang tulus dari dalam hatinya, juga kekecewaan dan keputusasaan.

“Aku percaya padamu” ujar SooIn. “Aku percaya tidak akan terjadi hal buruk jika aku bersamamu. Andaikan itu terjadi, aku percaya kamu pasti bisa melindungiku” sambungnya. “SooIn-sshi, kamu tidak mengerti apa yang kamu bicarakan, aku…” SooIn menyelak kalimat Junho “Kenapa kamu mengatakan kalau kamu menyukaiku tetapi kamu bersikeras untuk mendorongku jauh-jauh? Berhenti membuatku bingung”. SooIn memegang kedua tangan Junho “Berikan kesempatan untukku, untuk kita. Kita tidak akan tahu sebelum kita mencoba. Hm?”. Junho menatap mata SooIn yang bulat dan penuh harapan, merasakan tangan yang lembut dan hangat menggenggam tangannya dengan erat. “Jika nanti aku menyakitimu, jangan ragu untuk memukulku dan memarahiku. Jika nanti aku tiba-tiba menghilang, jangan tunggu aku dan lanjutkan hidupmu” ujar Junho dengan lembut. Junho meletakkan tangan SooIn ke dadanya dan tersenyum “Mulai saat ini, neo ege nae maeumeun julkkeoya (kuberikan hatiku padamu)”. Tanpa terasa SooIn menangis terharu, akhirnya semua perjuangannya tidak sia-sia. Junho mendekatkan wajahnya ke SooIn seolah akan menciumnya. SooIn pun dengan senang hati menutup matanya. Tapi tiba-tiba….
GUBRAK!!
SooIn dan Junho kaget dan mencari sumber suara tersebut. Ternyata itu suara teman-teman Junho yang terjatuh saat menguping pembicaraan mereka. “Hyung! Makanya jangan dorong-dorong!” keluh Taemin pada Junsu. “Habisnya aku tidak bisa mendengar yang mereka bicarakan dengan jelas!” ujar Junsu membela diri. “Namanya juga menguping, pasti tidak jelas. Kalau mau jelas ya datangi langsung” ucap Jaejoong sambil berusaha mengangkat badannya untuk bangun tapi tertahan oleh tubuh Junsu dan Taemin. “Ka-kalian… b-bangun, berat, aku mati nanti” rintih Nichkhun yang tertiban oleh Taemin, Jaejoong dan Junsu. Junsu, Jaejoong dan Taemin dengan susah payah menyingkir dari atas tubuh Nichkhun. Nichkhun pun bisa bernafas lega “Duh, maaf ya Junho-ya, kami membuat ciuman pertamamu tertunda”. Seketika wajah SooIn dan Junho memerah karena malu. “Ayo ayo, jangan ganggu mereka lagi” ujar Jaejoong sambil menggiring Junsu, Taemin dan Nichkhun ke dalam. “Silakan dilanjut! Hehe” seru Junsu sebelum menutup pintu kafe. Junho dan SooIn tersenyum malu, tangan mereka kini bergandengan. “Mungkin lain kali” bisik Junho sebelum mencium pipi wanita yang telah menjadi kekasihnya sekarang.
 

0 komentar:

Post a Comment