Etos Kerja Orang Jepang

Malaysia memperkenalkan asas memandang ke Timur pada awal era 1980-an dengan menjadikan Jepang sebagai contoh.

Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa terproduktif di dunia. Mereka juga berhasil membangun negaranya dari sisa-sisa keruntuhan dan kehancuran. Mereka terkenal dengan sikap rajin dan pekerja keras. Jadi, tidak heran jika pekerja Jepang mampu bekerja dalam waktu yang panjang tanpa mengenal lelah, bosan, dan putus asa. Mereka bukan hanya mampu bekerja dalam jangka waktu yang lama, melainkan juga mampu mencurahkan perhatian, jiwa, dan komitmen pada pekerjaan yang dilakukannya. Karakter dan budaya kerja keras merupakan faktor penting keberhasilan bangsa Jepang dalam bidang ekonomi, industri, dan perdagangan.

Bangsa Jepang tidak menganggap tempat kerja hanya sekadar tempat mencari makan, tetapi juga menganggapnya sebagai bagian dari keluarga dan kehidupannya. Kesetiaan mereka pada perusahaan melebihi kesetiaannya pada keluarga sendiri. Mereka selalu berusaha memberikan kinerja terbaik pada perusahaan, pabrik, atau tempat mereka bekerja. Budaya kerja seperti itu tidak lahir dan terwujud dengan begitu saja. Budaya itu dipupuk dan dilatih selama berabad-abad, sehingga akhirnya mengakar dalam pemikiran dan jiwa mereka.

Di Jepang, setiap pekerja mengetahui tugas dan perannya di tempat kerja. Mereka tidak bekerja sebagai individu, tetapi dalam satu pasukan, sehingga tidak ada jurang yang tercipta di antara mereka. Mereka tidak bersaing, tetapi bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Di Jepang, semua pekerja tidak memandang pangkat dan berada pada kedudukan yang sama.

Jabatan tinggi atau rendah tidak penting dalam etika dan pengelolaan kerja bangsa Jepang. Di tempat kerja, meja pegawai dan atasan diletakkan dalam suatu ruang terbuka tanpa pemisah. Tidak ada dinding pemisah seperti kebanyakan ruang kantor di Indonesia.

Pengelola tidak dipisahkan dari bawahan mereka. Tidak ada ruangan khusus untuk golongan pengelola. Tempat duduk dan meja di susun dan diletakkan berdekatan dengan pengelola bagiannya agar memudahkan bawahannya menghubungi mereka. Dengan demikian, mereka dapat berinteraksi, berkomunikasi, dan bertukar pendapat kapan saja.

Susunan ruangan kantor seperti itu bukan agar atasan mengawasi bawahannya. Melainkan lebih berfungsi sebagai tempat dan saluran untuk berbincang dan bertukar pandangan. Walau begitu, duduk dalam keadaan rapat tidak digunakan untuk membicarakan hal yang tidak berguna. Mereka hanya berbicara dan bercanda setelah jam kerja.

Cara yang digunakan bangsa Jepang adalah salah satu cara membentuk dan menjalin hubungan erat antar pekerja. Semua pekerja mempunyai tugas dan tanggung jawab penting, sehingga mereka tidak merasa asing. Selain itu, antar sesama, mereka memiliki ikatan emosi yang kuat. Begitu juga dengan rasa sentimen dan keterikatan mendalam terhadap perusahaan, pabrik, dan tempat kerja mereka.

o Karakter dan budaya kerja keras merupakan faktor penting keberhasilan bangsa Jepang dalam bidang ekonomi, industri dan perdagangan.

o Jabatan tinggi atau rendah tidak penting dalam etika serta pengelolaan kerja bangsa Jepang.

o Orang Jepang mau kerja lembur meskipun tidak dibayar.

Sumber: Retno Kintoko dari buku Rahasia Bisnis Orang Jepang - Ann Wan Seng



Mungkin karena ini juga lah... mengapa tingkat bunuh diri di Jepang tinggi....

Lebih dari 33.000 orang melakukan aksi bunuh diri di Jepang tahun 2008. Angka bunuh diri melampaui 30.000 jiwa dalam sepuluh tahun berturut-turut meskipun pemerintah Jepang melakukan kampanye untuk mengurangi salah satu kasus bunuh diri tertinggi di dunia itu.

Sebagian besar alasan dari kasus bunuh diri adalah terlilit hutang, masalah keluarga, depresi serta masalah kesehatan lainnya. Terdapat lonjakan juga jumlah kasus bunuh diri yang menggunakan pemakaian gas sulfida hidrogen toksik yang dibuat dari deterjen.

Metode bunuh diri dengan deterjen atau memproduksi racun dengan perlengkapan rumah tangga ini ternyata telah menyebar melalui pesan di Internet. Polisi telah mendesak provider pelayanan internet agar menghapus instruksi untuk memproduksi gas beracun tersebut dari sejumlah situs.

Jumlah kasus bunuh diri melonjak tajam di Jepang setelah gejolak ekonomi tahun 1980an yang mengakibatkan sebagian besar warga Jepang kehilangan pekerjaan dan terlilit utang. Angka bunuh diri di kalangan mereka yang berusia 60 tahun atau lebih meningkat 9 persen menjadi sekitar 12.100 kasus tahun lalu. Sementara kasus bunuh diri pada kalangan remaja sedikit mengalami penurunan.

Mulai Januari hingga Mei 2008, hampir 520 orang melakukan aksi bunuh diri dengan menggunakan gas sulfida hidrogen. Hanya terdapat 30 kasus yang mencakup penggunaan gas tersebut pada periode yang sama pada tahun 2007.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, tingkat bunuh diri di Jepang terbilang terbesar kedua di kelompok 8 negara industri maju G8 setelah Rusia. Pada bulan Juni 2007, pemerintah Jepang berjanji mengurangi tingkat bunuh diri lebih dari 20 persen menjelang tahun 2016.

Namun, para pekerja sosial Jepang menyebut masalah ini kompleks dan memerlukan waktu untuk mencari solusinya. Perfektur Akita di Jepang utara yang merupakan wilayah dengan angka kasus bunuh diri tertinggi di Jepang dalam 13 tahun terakhir telah menjalankan program pencegahan kasus bunuh diri sejak tahun 2000.

"Kami bersyukur pemerintah memikirkan cara untuk menekan angka kasus bunuh diri, namun mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," kata Yukiko Nishihara, pendiri Pusat Pencegahan Bunuh Diri Dunia Befrienders. Kasus bunuh diri tahunan di Akita yang terdiri dari sekitar 1 juta penduduk mencapai puncaknya pada tahun 2003 dengan sekitar 520 kasus sebelum turun menjadi 420 kasus pada tahun 2007.

"Tidak seperti penyakit, penyebab bunuh diri terletak pada sejumlah masalah sosial yang luas," kata Sato. "Jadi hal penting yang perlu diperhatikan adalah memahami perubahan dalam kehidupan sosial - misalnya lonjakan angka pengangguran serta pembengkakan utang," ujarnya.

Tahun ini di Jepang, lebih dari 30.000 orang bunuh diri. Kasus bunuh diri terjadi tiap tahun sejak 12 tahun yang lalu. Banyak dari korban yang menderita depresi. Ini dilaporkan polisi Jepang Kamis (13/05).

Total 32.845 orang bunuh diri di Jepang. Ini naik 1,8 persen dari tahun lalu. Masalah ekonomi dan masalah di lingkungan keluarga menjadi pemicu penting bunuh diri, lapor polisi.

Di Jepang, pria bunuh diri lebih sering dari perempuan, usia lima puluhan lebih sering bunuh diri dari kategori umur lainnya. Jumlah kasus bunuh diri yang terjadi karena kehilangan pekerjaan meningkat secara signifikan.

Puncak bunuh diri terjadi pada bulan Maret ketika angka tahunan perusahaan diumumkan. Pemerintah Jepang telah mencoba bertahun- tahun mengurangi jumlah bunuh diri di negaranya, namun belum berhasil.

Kesimpulannya : tiru etos kerja kerasnya, karena Allah sayang kita karena itu diberi cobaan, yang harus kita lakukan adalah berdoa dan berusaha untuk melaluinya. Jangan bunuh diri, karena nyawa adalah pemberian dari Allah dan... setiap keberadaan kita pasti memiliki arti/tujuan di dunia ini, adalah tugas kita untuk menemukannya dan menjadi orang yang berguna, yang bisa memberikan kebahagiaan bagi orang disekitar kita :)

sumber2 : republika.co.id


1 komentar:

Unknown September 2, 2016 at 12:06 PM  

Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

Post a Comment