Diposkan oleh
한효리
Monday, April 11, 2011
“Hyung, aku saja. Bunuh aku saja tapi jangan SooIn” ujar Junho. SooIn yang mulutnya masih terbungkam berusaha melepaskan kain ikatan yang menutup mulut dan mengikat tangannya. “Salah satu dari mereka, atau tidak sama sekali” tawar Changmin. Yoochun yang kesal mengangkat pistolnya dan menarik pelatuknya sambil mengarahkannya kearah kepala Changmin, tetapi orang-orang Changmin bergerak dengan sigap dan peluru itu meleset dari sasaran. “Shim Changmin you b*****!” umpat Yoochun. Changmin tertawa terbahak-bahak. “Pilihan yang bagus Park Yoochun, akan kubunuh mereka berdua” Changmin menodongkan senjatanya dan menarik pelatuknya, senjata itu meledak dan memuntahkan peluru dengan kecepatan tinggi. Junho yang dikekang oleh orang-orang Changmin berusaha mengelak tetapi saat sebentar lagi peluru itu mengenai tubuhnya, ia melihat SooIn menutupi arah peluru itu dan peluru itupun masuk menembus dada SooIn. “SOOIN-AHHH!!!” teriak Junho. Orang-orang Changmin melepaskan Junho dan membiarkannya memeluk tubuh SooIn yang terkulai lemas dilantai bersimbah darah.
Junho menatap wajah dari kekasihnya yang pucat, darah terus mengalir keluar dari lukanya, wajahnya penuh peluh dan bibirnya kering. “SooIn-ah, bertahanlah” ujar Junho. SooIn berusaha membuka matanya, kepalanya terasa pusing karena pendarahan yang dia derita. “SooIn-ah, jangan tinggalkan aku” pinta Junho. “Ju-nho…” ucap SooIn lirih. SooIn menggerakkan tangannya untuk menyentuh pipi Junho, airmata mulai membasahi pipi Junho. “Maaf, aku telah mengkhianatimu dan teman-temanmu” suara SooIn terdengar begitu pelan. “Jangan banyak bicara, simpan tenagamu” ucap Junho, SooIn tersenyum kecil.
“Sebelum aku mati, aku ingin…”
“Andwae! Kamu tidak boleh mati. Kamu harus hidup!” pinta Junho, SooIn tersenyum, setetes airmata mengalir membasahi pipi SooIn dan jatuh ke tangan Junho. “Junho-ya, saranghae….” bisik SooIn sebelum menutup matanya. “Andwae, SooIn-ah, ANDWAE!! Bangun, jangan tidur!” ucap Junho panic sambil mengguncang-guncangkan tubuh SooIn, tapi SooIn tetap tak membuka matanya.
“SHIM CHANGMIN!!!” teriak Yoochun sambil berusaha melepaskan dirinya dari pegangan anak buah Changmin. Ia dengan sigap merebut senjata dari salah satu anak buah Changmin dan mengarahkannya ke Changmin, tapi saat ia menarik pelatuknya, senjata itu kosong. Changmin tertawa dengan senang “Sudah kuduga kamu akan melakukannya. Duduklah dengan tenang dan nikmati acaranya”. Yoochun berlari menghampiri Changmin saat Changmin untuk kedua kalinya mengarahkan senjatanya ke Junho. “ANDWAEEE!!!” teriak Yoochun, tapi karena tubuh Changmin lebih kuat dengan mudah Changmin meninju Yoochun dan membuatnya jatuh terjungkal. Untuk ketiga kalinya Changmin menodongkan senjatanya kearah kepala Junho, Yoochun bergegas berdiri dan berusaha menghalanginya tiba-tiba sebuah suara terdengar dari pintu “SHIM CHANGMIN!!!”.
Pintu terbuka, Yoochun tersenyum lega melihat Jaejoong, Taemin, Junsu dan Nichkhun datang. “Maaf terlambat~” ujar Junsu santai. “WTH?” Changmin terkejut melihat banyak anak buahnya tergeletak tak berdaya di lantai. “I hate someone who plays dirty” komentar Nichkhun. Anak-anak buah Changmin yang tersisa pun bergerak melawan mereka berempat. “Kali ini kamu tidak akan lolos” ujar Yoochun. “Cih” Changmin meludah dan lanjut menodongkan pistolnya kearah Junho dan tiba-tiba
JLEB!!
Sebuah pisau menancap ke tangan Changmin, membuat pistolnya terjatuh dan tangan orang licik itu berdarah. “Sudah cukup kamu bermainnya” ujar Taemin lalu berlari kearah Changmin dan menyerangnya. Dengan tangan yang sakit, Changmin kesulitan untuk melawan Taemin dan Yoochun yang menyerangnya bersamaan. Saat Junho ingin bangun dan membunuh Changmin dengan tangannya sendiri, Junsu melarangnya “SooIn masih hidup, denyut jantungnya masih ada walau lemah. Lebih baik kita cepat membawanya ke rumah sakit. Junho, tekan lukanya untuk menghentikan pendarahannya”. Junho pun menuruti kata-kata hyungnya dan membopong SooIn menuju ke mobil mereka yang diparkir diluar.
Setelah berkelahi cukup lama, akhirnya Changmin terpojok. Dengan tubuh yang terluka dan tidak ada siapapun yang bisa membantunya, nyawa Changmin kini berada ditangan mereka berlima. “Apa kamu akan membunuhku?” tanya Changmin. “Hm.. dunia tak akan rugi kalau satu orang jahat seperti dia mati” komentar Taemin. “Aku lebih suka jika kita menyiksanya dulu, dia sudah membuat kita repot” saran Nichkhun. “Aku akan memaafkanmu, karena pada dasarnya kamu hanya dibutakan oleh dendam. Mungkin ada baiknya kita melepaskannya” ucapan Yoochun membuat ketiga temannya kaget. “Hyung!” protes Taemin dan Nichkhun. “Sudahlah, lebih baik kita menyusul Junho ke rumah sakit” ujar Yoochun. Ketiga temannya menuruti apa yang ia inginkan. “HEY PARK YOOCHUN! AKU TIDAK INGIN KAU KASIHANI!” teriak Changmin sekuat tenaga, tetapi mereka berempat mengacuhkannya. Setelah beberapa langkah Jaejoong tiba-tiba membalikkan badannya dan melemparkan sebuah pisau ke kepala Changmin. Changmin mati sebelum memanfaatkan kesempatan terakhirnya membunuh Yoochun.
~~||~~||~~
SooIn terbaring lemas di tempat tidur di rumah sakit. Ia telah melalui sebuah prosedur operasi yang berbahaya untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di dadanya. Sebuah jarum infuse menancap diatas kulit tangannya yang putih, sedangkan selang alat bantu pernafasan terpasang di hidungnya. Sebuah monitor yang terus memantau detak jantung SooIn bekerja dan terus mengeluarkan bunyi bip dengan teratur, menandakan SooIn masih berjuang untuk hidup. Junho duduk disampingnya, dengan kepala berbalut perban dan wajah yang masih lebam. Ia terus menggenggam tangan SooIn selama 2 jam belakangan ini, menunggu SooIn untuk membuka matanya dan melihat senyuman indahnya lagi. “SooIn-ah… buka matamu” bujuk Junho. Bagai seorang sleeping beauty, mata SooIn tertutup rapat dan tubuhnya tak melakukan gerakan lain kecuali bernafas.
“Junho-ya, kamu sudah disini terlalu lama. Kamu juga harus istirahat” saran Jaejoong. “Biar aku yang menjaganya, hyung semua pulang saja” ujar Taemin, mungkin karena staminanya yang jauh lebih kuat membuat Taemin masih segar terjaga. “Molla, aku tak mau. Aku ingin menjaganya. Aku tidak ingin gagal untuk kedua kalinya” jawab Junho sambil mengelus wajah SooIn yang terlihat tertidur dengan damai. “Aku ingin menjadi orang pertama yang ia lihat saat ia bangun, lalu meminta maaf padanya…jika bukan karena aku, dia tidak akan merasakan rasa sakit seperti ini” mata Junho semakin berair sampai akhirnya ia tidak kuat membendungnya dan mulai menangis. Junsu mengelap airmata yang mengumpul di ujung matanya, Junho sudah ia anggap seperti adik sendiri. Ia tahu persis kalau Junho bukan tipe pria cengeng, tapi Junho sudah menangis berkali-kali akibat masalah ini. Jaejoong mengelus-elus kepala Junho dengan penuh kasih sayang. Hatinya sedih melihat Junho hancur di depannya. “Kalau begitu kami pulang dulu. Taemin akan menemanimu disini” ujar Nichkhun. Junsu, Jaejoong, Nichkhun dan Yoochun meninggalkan Junho dan Taemin di rumah sakit.
Sebuah gerakan ia rasakan dari tangan yang ia genggam. Junho dalam sekejap bangun dan melihat SooIn, mengira SooIn sudah tersadar tetapi ternyata belum. Beberapa jam lalu dokter memutuskan bahwa masa kritis SooIn sudah lewat dan alat bantu pernapasan beserta monitor jantungnya sudah tidak perlu digunakan lagi. Ia menengok kearah sofa yang berada di belakangnya, dimana Taemin tertidur pulas. Jam dinding menunjukkan jam 4 pagi, masih terlalu pagi untuk melakukan apapun. Suasana begitu hening, hanya suara dengkuran halus Taemin yang terdengar. “SooIn-ah… buka matamu…” ujar Junho, tapi tidak ada respon.
“SooIn-ah, jika kamu membuka matamu akan kuceritakan siapa diriku yang sesungguhnya. Aku akan menerima apapun keputusanmu termasuk meninggalkanku, karena aku hanya akan membahayakan hidupmu. Itulah alasan mengapa aku tidak seharusnya mencintai siapapun… Aku, pembunuh”
“…”
“Tanganku kotor dengan darah, sudah tak terhitung jumlah nyawa orang yang kuambil. Walaupun aku tak ingin melakukannya, tapi aku tidak punya pilihan lain. Sama halnya dengan Yoochun hyung, aku melakukannya untuk melindungi orang-orang yang kusayangi, termasuk kamu. Tapi aku sudah gagal… mianhae…”
“…”
“Karena itu, buka matamu… chepal. Marahi aku jika kamu mau, pukul atau caci aku. Apapun yang kamu inginkan, tapi kumohon buka matamu…”
“Jun-ho?”
Mata Junho terbelalak setelah mendengar suara SooIn yang pelan memanggilnya “SooIn-ah!”. Junho langsung duduk disamping ranjang dan membantu SooIn untuk duduk.
“Ini.. dimana?” tanya SooIn, suaranya terdengar begitu lemah. “Rumah sakit, syukurlah kamu bangun” ujar Junho sambil memeluknya.dengan hati-hati agar tidak menekan luka yang ada di dada SooIn. SooIn tersenyum lemah “Tadi aku bermimpi, aku diculik lalu kamu datang menyelamatkanku, tapi seseorang ingin menembakmu… lalu aku menghalanginya”. Junho membelai rambut SooIn “Mianhae, itu bukan mimpi… aku telah membahayakanmu. Aku selama ini berbohong padamu, aku, pekerjaanku sebenarnya adalah… pembunuh bayaran…” ujar Junho takut-takut. Junho memberanikan diri untuk melihat wajah SooIn, mencari amarah atau kekesalan disana tapi tidak ada. “Kamu tidak marah?” tanya Junho. SooIn menggelengkan kepalanya kecil “Aku tahu…”. “Aku tahu karena aku pernah melihatmu bekerja, lagipula… aku kan… sudah mencuri… arsip-arsip” SooIn tak sanggup meneruskan kalimatnya. “Mianhae, aku sudah jahat pada kalian. Jeongmal mianhae” SooIn mulai terisak. Junho kembali memeluknya dan membelai kepalanya “Gwaenchana, ini semua bukan salahmu… tapi si Changmin itu”. Perlahan-lahan tangisan SooIn mereda, Junho pun tersenyum “Much better” ujarnya. SooIn pun membalasnya dengan sebuah senyuman.
Junho menyentuh bibir SooIn dengan lembut “I missed your smile”. Junho mendekatkan wajahnya ke SooIn, dan SooIn memejamkan matanya. Saat bibir mereka bersentuhan, Junho tersenyum kecil dan kembali menciumnya dengan lembut, SooIn pun tidak menolak.
Taemin meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena berada di posisi yang sama selama beberapa jam. Ia membuka matanya untuk mengecek keadaan Junho dan bermaksud memanggilnya “Hy..”. Gambaran hyungnya yang sedang berpacaran tersedia di depan matanya yang setengah mengantuk. Ia mengucek matanya, mengira bahwa ia bermimpi tapi gambaran itu tidak menghilang. Dengan senyum lebar tersungging di bibirnya, Taemin memutuskan untuk membalikkan badannya untuk memberikan mereka privasi dan melanjutkan tidurnya.
--The End--
0 komentar:
Post a Comment